(TK)Lampung–Terungkapnya praktik pemberian upeti bagi tim pengawas internal dana BOS yang dikucurkan melalui APBD Lampung tahun anggaran 2022 dan dikelola Disdikbud oleh BPK RI Perwakilan Lampung, patut menjadi perhatian semua pihak.
Pasalnya, tim pengawas internal bentukan Gubernur Arinal Djunaidi yang dipimpin Sekdaprov Fahrizal Darminto selaku Ketua Penanggungjawab Tim Bos Reguler 2022, ditengarai telah menerima upeti yang berasal dari dana BOS mencapai puluhan juta rupiah.
“Masalah tim pengawas internal menerima upeti ini merupakan hal yang serius. Sudah masuk ranah tindak pidana korupsi,” kata Direktur Masyarakat Peduli Demokrasi & Hukum (MPDH) Provinsi Lampung, Jupri Karim, Rabu (23/8/2023) siang melalui telepon.
Dikatakan, sesuatu perbuatan masuk dalam kategori korupsi itu jelas tolok ukurnya. Yaitu merugikan keuangan negara atau daerah, memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi.
“Dari 20 sekolah penerima BOS yang diuji petik oleh BPK saja, diketemukan pemberian upeti untuk tim pengawas sebesar Rp 41.656.000. Padahal, jumlah sekolah yang mendapat dana BOS mencapai ratusan. Bisa diduga, praktik memotong dana BOS untuk upeti kepada tim pengawas ini dilakukan secara sistemik dan menyeluruh. Bagi saya, aparatur pemerintah yang melakukan korupsi sama saja dengan maling,” lanjut pengamat pemerintahan, politik dan hukum dari UIN Radin Inten Lampung ini.
Selain pemberian upeti bagi tim pengawas jelas-jelas terindikasi masuk ranah korupsi, Jupri menambahkan, apa yang dilakukan mereka telah melanggar Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
“Pada pasal 4 huruf (i) PP nomor 94 tahun 2021 itu dinyatakan, PNS wajib menolak segala bentuk pemberian yang berkaitan dengan tugas dan fungsi kecuali penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi semestinya, dalam kasus ini selain aparat penegak hukum (APH) turun tangan, Inspektorat juga melakukan pemeriksaan dan memberi sanksi kepada semua yang terlibat,” ujarnya.
Menurut dia, dalam hal perbuatan berindikasi korupsi, bukan semata-mata dilihat dari jumlah besar kecilnya temuan BPK. Justru hal tersebut seharusnya menjadi pintu masuk untuk menyelidiki lebih mendalam adanya indikasi praktik korupsi terkait dengan dana BOS tahun 2022 ini.
Jupri Karim mengakui, kucuran dana BOS, setiap tahunnya selalu menjadi ajang bancaan bagi para pihak terkait.
Mulai dari pimpinan sekolah, oknum pada dinas terkait, hingga oknum tim pengawasnya.
“Karenanya, pimpinan daerah harus berani menegakkan aturan dengan jelas dan tegas. Dengan demikian akan ada efek jera bagi pelakunya, sehingga ke depan akan terjadi perbaikan dalam tata kelola penggunaan dan pemanfaatan dana BOS,” lanjutnya.
Sebagaimana diketahui, pada tahun anggaran 2022, dana BOS dari APBD Lampung yang dikelola Disdikbud sebesar Rp 310.491.710.000 bagi ratusan SMA dan SMK.
Itu juga masih ditambah anggaran sebanyak Rp 14.826.480.000 sebagai BOSDA untuk 344 SMAN dan SMKN yang merupakan UPTD Disdikbud Lampung.
Yang sangat memprihatinkan, dana bantuan operasional sekolah yang totalnya mencapai Rp 325.826.480.000 tersebut sebagiannya dijadikan upeti bagi tim pengawas internal yang diketuai Sekdaprov Lampung, Fahrizal Darminto.
Padahal, maksud Gubernur Arinal Djunaidi membentuk Tim Bos Reguler yang tertuang dalam SK nomor: G/85/V.01/HK/2022 tertanggal 31 Januari 2022 dan menetapkan Sekdaprov Lampung, Fahrizal Darminto, sebagai Ketua Penanggungjawab Tim Bos Reguler Tahun 2022 itu, untuk melakukan pembinaan dan pemantauan program BOS reguler pada SMA, SMK, SDLB, SMPLB, SMALB, dan SLB dalam perencanaan, pengelolaan, dan pelaporan dana BOS reguler.
Dimana, menurut SK Gubernur, tim pengawas internal melakukan pembinaan dalam pengelolaan dana BOS reguler dengan fokus peningkatan kualitas belajar mengajar di sekolah. Selain memiliki tugas memantau pelaporan pertanggungjawaban dan monitoring atas pelaksanaan program BOS.
Namun, fakta di lapangan berbanding terbalik dari maksud dibentuknya tim pengawas internal yang dipimpin Sekdaprov itu. Hanya dari 20 sekolah yang menerima dana BOS di tahun 2022 saja, uji petik yang dilakukan BPK RI Perwakilan Lampung menemukan fakta bila pengawas internal menerima upeti sekitar Rp 41.565.000.
Seperti diberitakan sebelumnya, adanya upeti bagi tim pengawas internal yang diketuai Sekdaprov, Fahrizal Darminto, ini terungkap dalam LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemprov Lampung Tahun 2022 yang dirilis 6 Mei silam.
Pada LHP yang ditandatangani Yusnadewi selaku penanggungjawab pemeriksaan itu diuraikan, berdasarkan uji petik pada 20 SMA dan SMK di Lampung, diketahui adanya dana BOS yang digunakan sebagai uang kontribusi.
Ironisnya, Ketua/Bendahara MKKS yang mengkoordinir upeti tersebut. Kemudian diberikan kepada oknum tim pengawas internal dari Pemprov Lampung yang melakukan pemeriksaan dan pemantauan penggunaan dana BOS. Baik berupa uang tunai ataupun cinderamata.
Dari uji petik BPK pada 20 sekolah yang tersebar pada 5 kabupaten di Lampung, praktik kongkalikong ini berlangsung tersistem akibat ikut bermainnya Ketua/Bendahara MKKS menggerogoti dana BOS.
Dari 13 sekolah di Kabupaten Pesisir Barat misalnya, menurut LHP BPK, oknum tim pengawas internal mendapat upeti dari dana BOS sebesar Rp 23.000.000, yang terdiri dari apa yang disebut sebagai dana kontribusi pemeriksaan sebanyak Rp 15.000.000, dan dana kontribusi tindaklanjut sebesar Rp 8.000.000.
Sedangkan dari dua sekolah di Kabupaten Way Kanan, tim pengawas internal Pemprov Lampung mendapat kucuran uang dari dana BOS sebesar Rp 3.585.000. Upeti tersebut dari dana kontribusi pemeriksaan sebanyak Rp 3.085.000, dan Rp 500.000 lainnya sebagai dana kontribusi tindaklanjut.
Praktik turut menikmati dana BOS juga dimainkan pada dua sekolah menengah atas di Kabupaten Pesawaran. Dari upeti yang dikemas dalam kalimat dana kontribusi pemeriksaan, tim pengawas internal mendapat Rp 5.945.000, ditambah Rp 3.414.500 sebagai dana kontribusi tindaklanjut. Sehingga dana BOS yang diterima tim pengawas internal sebesar Rp 9.359.500.
Sementara di Kabupaten Pringsewu dari satu sekolah yang diuji petik oleh BPK, diketahui dana BOS yang diberikan kepada tim pengawas internal sebesar Rp 2.500.000. Dan di Kabupaten Tulangbawang dari dua sekolah, tim mendapat bagian dana BOS Rp 3.211.500.
Dari 20 SMA/SMK yang diuji petik oleh BPK atas laporan pertanggungjawaban dana BOS, diketahui oknum tim pengawas internal telah “memakan” uang bagi kepentingan kemajuan dunia pendidikan itu minimal sebesar Rp 41.656.000, dengan kemasan istilah dana kontribusi pemeriksaan sebanyak Rp 31.804.000 dan dana kontribusi tindaklanjut Rp 12.852.000.
Siapa saja oknum tim pengawas internal yang “nakal” itu? Sampai berita ini ditayangkan belum diketahui pasti nama dan asal instansinya. Meski bisa dipastikan tim pengawas internal ini banyak melibatkan pejabat di lingkungan Disdikbud Lampung.
Terkait adanya oknum tim pengawas internal yang mendapat upeti dari dana BOS itu, BPK merekomendasikan kepada Gubernur Arinal agar memerintahkan Inspektur Fredy SM memproses oknum yang telah terindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp 41.656.000, dengan menyetorkannya kepada kas daerah.
Tidak hanya itu. BPK juga merekomendasikan agar Gubernur melalui Inspektorat Lampung memberikan sanksi sesuai kode etik dan disiplin pegawai terhadap oknum tim pengawas internal yang terkait kasus “makan” dana BOS ini.
Sudahkah Inspektur Fredy SM menindaklanjuti rekomendasi BPK dan menugaskan jajarannya melakukan pemeriksaan serta menjatuhkan sanksi kepada oknum tim pengawas internal penggunaan dana BOS “nakal” yang diketuai Sekdaprov Fahrizal Darminto itu? Sayangnya, saat media ini Selasa (22/8/2023) siang mendatangi kantor Inspektorat Lampung untuk meminta konfirmasi, oleh stafnya dikatakan bila Fredy SM sedang ada kegiatan di luar kantor.
Upaya meminta konfirmasi melalui WhatsApp meski dibaca, tidak mendapat tanggapan.
(Tim)