(TK),Pesisir Barat— Kabupaten Pesisir Barat kini berada di bawah sorotan tajam setelah laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Lampung mengungkapkan dugaan kuat penyalahgunaan anggaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Temuan ini mencakup ketidakpatuhan dalam pengelolaan keuangan, potensi manipulasi data presensi, dan indikasi tindak pidana korupsi yang serius.
Bongkar Kelebihan Pembayaran: Kelebihan Rp16.967.421,00 untuk 31 Pegawai
Laporan BPK mengungkap adanya kelebihan pembayaran TPP sebesar Rp16.967.421,00 yang diterima oleh 31 pegawai di enam Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Kelebihan ini, yang terjadi di Bapelitbangda, Bapenda, BPBD, DKPP, Satpol PP, dan Sekretariat Daerah, menjadi bukti adanya kelalaian serius dalam pengelolaan anggaran. Meskipun pengembalian dana telah dilakukan, potensi unsur pidana tidak dapat diabaikan begitu saja.
Manipulasi Data Presensi: Skandal Fingerprint di 10 OPD
Salah satu temuan paling mencolok adalah penggunaan sistem presensi manual yang menggantikan sistem fingerprint di Kecamatan Way Krui dan beberapa OPD lainnya. Laporan BPK menunjukkan bahwa di enam OPD yang telah menerapkan sistem fingerprint, terdapat pegawai yang tidak melakukan presensi atau pulang sebelum waktu yang ditentukan tanpa adanya pengurangan TPP. Hal ini menunjukkan adanya celah besar untuk manipulasi data presensi, yang dapat merugikan negara secara signifikan.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pesisir Barat, dalam klarifikasinya, menjelaskan bahwa alokasi anggaran TPP sebesar Rp43.563.200.000 disusun berdasarkan asumsi jumlah PNS sebanyak 1.187 orang. Namun, realisasinya hanya mencapai Rp29.991.865.336 untuk 667 PNS, menyisakan kelebihan pembayaran yang mencurigakan. Sekda menyebut bahwa temuan tersebut merupakan hasil pembayaran kepada PNS yang sedang mengambil cuti besar,Senin (5/8/24) tetapi alasan ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Potensi Tindak Pidana Korupsi: Pengembalian Dana Tidak Menghapus Kesalahan
Meskipun pengembalian kelebihan pembayaran telah dilakukan, hal ini tidak serta merta menghapus indikasi tindak pidana korupsi. Proses pengembalian dana hanya menutup kerugian negara secara administratif, namun tidak membebaskan para pihak dari pertanggungjawaban hukum. Ada potensi kuat bahwa manipulasi data dan kesalahan perhitungan ini dilakukan dengan sengaja, untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Laporan ini telah memicu kemarahan publik dan mencuatkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah daerah. Banyak yang mempertanyakan integritas pejabat dan sistem pengawasan di Kabupaten Pesisir Barat. Jika tidak ditangani dengan serius, kasus ini dapat merusak reputasi pemerintah daerah dan memperburuk krisis kepercayaan yang tengah melanda.
BPK telah menyerukan perlunya investigasi mendalam untuk mengungkap sejauh mana praktik korupsi ini telah berlangsung. Mereka menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara, serta mendesak langkah-langkah perbaikan yang tegas dan komprehensif. Publik juga menuntut agar para pelaku diseret ke pengadilan dan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya integritas dalam pengelolaan keuangan negara dan menjadi titik awal untuk reformasi yang lebih luas di tubuh pemerintahan Kabupaten Pesisir Barat. Hanya dengan langkah tegas dan transparansi penuh, pemerintah dapat memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa kasus serupa tidak terjadi
(RED)