(TK), JAKARTA— Ratusan pegiat antikorupsi, mahasiswa, dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Anti Korupsi (KOSASI) menggelar demonstrasi di depan Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung), Jumat siang (28/02/25).
Dalam aksi tersebut, massa membawa berbagai spanduk, poster, serta siaran pers yang berisi tuntutan agar Kejagung lebih transparan dalam mengungkap hasil temuan kerugian negara, barang bukti, serta aset sitaan dalam perkara tindak pidana korupsi.

Direktur Eksekutif KOSASI, Rizki Abdul Rahman Wahid, menegaskan bahwa pihaknya mendukung penuh pemberantasan korupsi. Namun, ia menyoroti kurangnya transparansi Kejagung dalam menyampaikan hasil penyitaan aset dari perkara korupsi yang telah ditangani.
“Aksi ini lahir dari kepedulian kami terhadap transparansi dalam pemberantasan korupsi. Barang bukti hasil korupsi yang disita oleh Kejaksaan sering disebutkan, tetapi publik jarang mendapat informasi jelas mengenai pengelolaannya,” ujar Rizki.
Ia menambahkan bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2016, kerugian negara dalam kasus korupsi harus berwujud nyata (actual loss), bukan sekadar potensi kerugian (potential loss). Oleh karena itu, Kejagung diminta membuka data hasil temuan mereka secara lebih jelas dan akurat.
“Sesuai aturan yang ada, Kejaksaan wajib membuka data secara transparan. Hasil penyitaan dari korupsi harus dikembalikan ke kas negara, bukan sekadar diumumkan tanpa kejelasan. Jangan sampai publik hanya disuguhi asumsi yang justru menimbulkan dugaan adanya kepentingan tertentu,” tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Lapangan aksi, Pegi Aurora, menyatakan bahwa sebagai bagian dari masyarakat sipil, mereka memiliki hak untuk mengawasi kinerja aparat penegak hukum (APH), khususnya Kejagung.
“Kami meminta Kejagung transparan dalam pengelolaan barang bukti, aset, hingga uang yang disita dari kasus korupsi. Jangan hanya melempar klaim temuan tanpa ada keterbukaan ke publik,” ujar Pegi dalam orasinya.
Ia juga menduga Kejagung selama ini terlalu menggembar-gemborkan temuan tanpa memberikan informasi detail tentang proses pengembalian aset tersebut ke negara.
“Jika benar ada pemulihan kerugian negara, harusnya Kejagung membukanya secara jelas, bukan sekadar glorifikasi di media,” (**)