(TK)palu— Situr Wijaya, jurnalis asal Palu, Sulawesi Tengah, ditemukan tewas di sebuah kamar hotel di Jakarta pada Jumat, 4 April 2025.
Keluarga melalui kuasa hukumnya menduga kuat bahwa Situr menjadi korban pembunuhan dan telah melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya.

Kematian mendadak jurnalis Situr Wijaya menjadi sorotan publik. Jurnalis yang dikenal sebagai pemimpin redaksi portal Insulteng.id itu ditemukan dalam kondisi tak bernyawa dengan luka-luka mencurigakan.
Kuasa hukum keluarga, Rogate Oktoberius Halawa, menegaskan bahwa laporan dugaan pembunuhan telah resmi disampaikan ke Polda Metro Jaya.
“Kami sudah memasukkan laporan ke Polda Metro Jaya, tentang dugaan tindak pidana pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP,” kata Rogate saat dihubungi Antara, Sabtu, 5 April 2025.
Laporan tersebut teregistrasi dalam LP/B/2261/IV/2025/SPKT/Polda Metro Jaya. Dugaan kekerasan terhadap jurnalis ini menguat setelah keluarga melihat adanya luka tidak wajar pada jenazah.
“Setelah melihat foto-foto korban, pihak keluarga curiga korban dibunuh. Ada darah dari hidung dan mulut, luka memar di wajah dan badan, serta sayatan di leher bagian belakang,” ungkap Rogate.
Hasil Autopsi Masih Ditunggu
Saat ini, jenazah Situr telah menjalani proses autopsi di RS Polri. Kuasa hukum menyebutkan bahwa pihak kepolisian segera merilis hasil autopsi karena kasus ini menjadi atensi khusus.
“Sudah dilakukan autopsi di Rumah Sakit Polri. Tadi disampaikan hasilnya akan segera dirilis karena menjadi atensi,” jelas Rogate.
Sampai saat ini belum diketahui maksud dan tujuan Situr ke Jakarta. Jenazahnya telah diterbangkan ke Kota Palu dan disemayamkan di rumah duka, Kabupaten Sigi.
Bantuan Gubernur Sulawesi Tengah
Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, turut membantu pemulangan jenazah Situr Wijaya. Selvianti, istri almarhum, mengonfirmasi bahwa pihak keluarga menerima bantuan senilai Rp 25 juta.
Kasus Ini Mengingatkan Kematian Jurnalis Juwita
Peristiwa tragis ini terjadi tak lama setelah terbongkarnya kasus pembunuhan Juwita, jurnalis muda asal Kalimantan Selatan, pada 22 Maret 2025. Pelaku diduga adalah kekasihnya sendiri, anggota TNI AL Kelasi Satu Jumran.
Detasemen Polisi Militer Lanal Banjarmasin menggelar olah TKP di kawasan Cempaka, Kota Banjarbaru, pada Sabtu, 5 April 2025. Jumran memperagakan 33 adegan pembunuhan.
“Adegan tiga, gerakan enam. Tersangka turun di samping kanan motor, lalu mendorong dengan kuat setang motor,” ujar penyidik dalam video rekonstruksi.
Pentingnya Perlindungan Bagi Jurnalis
Dua peristiwa tragis yang menimpa Situr Wijaya dan Juwita menyoroti kembali urgensi perlindungan hukum dan keselamatan bagi para jurnalis di Indonesia.
Dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan kerap menghadapi risiko tekanan, intimidasi, bahkan kekerasan fisik.
Organisasi profesi dan lembaga negara diharapkan memberikan respons cepat dan langkah konkret untuk mencegah terulangnya insiden serupa.
Kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang harus dijaga. Tanpa perlindungan yang memadai, jurnalis rentan menjadi korban dari kekuasaan dan kepentingan yang tak ingin disorot.
Tragedi Situr Wijaya menjadi alarm keras bahwa perlindungan terhadap profesi jurnalis harus diperkuat, baik secara hukum, regulasi, maupun kesadaran publik.(**)