(TK), Bandar Lampung—Kasus demi kasus dugaan penyelewengan di sekolah-sekolah dasar di Bandar Lampung semakin mempertegas adanya masalah sistematis dalam pengelolaan dana dan praktik pungutan liar (pungli). Laporan dari SDN 1 Pinang Jaya, SDN 1 Tanjunggading, hingga SDN 1 Perumnas Way Halim menunjukkan bahwa masalah ini bukan kasus tunggal, melainkan tersebar di beberapa sekolah. Namun, yang menjadi sorotan utama adalah ketidakjelasan tindakan tegas dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.
Dalam laporan sebelumnya, media *Teropong Kasus News* mengungkap adanya instruksi dari Kepala Dinas Pendidikan untuk menarik kepala sekolah SDN 1 Pinang Jaya dan SDN 2 Harapan Jaya ke dinas. Namun, yang menjadi pertanyaan besar, mengapa Kepala SDN 1 Pinang Jaya belum juga memenuhi Surat Perintah Tugas (SPT)? Bahkan, kepala sekolah tersebut masih terlihat menghadiri acara yang tidak terkait kedinasan. Apakah ini bentuk kelalaian atau ada kekuatan tertentu yang melindunginya?
Sumber terpercaya menyebutkan bahwa hanya Kepala SDN 2 Harapan Jaya yang benar-benar melaksanakan perintah tersebut. Hal ini memunculkan dugaan bahwa Kepala SDN 1 Pinang Jaya, yang memiliki kedekatan dengan pihak dinas, mendapat perlindungan sehingga tidak perlu segera mematuhi SPT. Ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam pemberlakuan aturan.
Di sisi lain, kasus di SDN 1 Tanjunggading dan SDN 1 Perumnas Way Halim semakin menguatkan adanya sistem perlindungan bagi kepala sekolah yang dianggap sebagai “kaki tangan” Kepala Dinas. Komala, Kepala SDN 1 Tanjunggading, yang diduga melakukan pungli dan penyalahgunaan Dana BOS, serta telah dipanggil oleh Kejaksaan Negeri, tetap “aman” di posisinya. Sementara itu, Irwansyah, Kepala SDN 1 Perumnas Way Halim, yang juga menjabat sebagai Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), terus mendapatkan perlindungan meskipun tuduhan serius, termasuk dugaan pelecehan terhadap guru perempuan, diarahkan kepadanya.
Kegagalan dalam Penegakan Hukum di Dunia Pendidikan
Ketidakjelasan penanganan kasus oleh Dinas Pendidikan Bandar Lampung tidak hanya memicu kemarahan di kalangan guru dan wali murid, tetapi juga memperlihatkan kegagalan dalam penegakan hukum di dunia pendidikan. Sumber yang bekerja di lapangan mengungkapkan bahwa Kepala Dinas Pendidikan Bandar Lampung sering kali bertindak arogan dan menutup telinga terhadap kasus-kasus yang melibatkan orang-orang yang dekat dengannya.
“Seperti ada dua standar dalam penegakan disiplin. Bagi yang tidak dekat, cepat sekali diambil tindakan tegas. Tapi yang dekat dengan Kepala Dinas, mau bagaimanapun, tetap aman dan dilindungi,” ujar seorang guru yang tidak ingin disebutkan namanya.
Bahkan, sumber juga menyebut adanya iuran “pendampingan hukum” yang diwajibkan kepada seluruh kepala sekolah di Bandar Lampung. Meskipun iuran ini diklaim untuk keperluan pendampingan hukum, banyak kepala sekolah yang mempertanyakan kegunaannya. Besaran iuran ditentukan berdasarkan jumlah siswa di sekolah masing-masing, berkisar antara Rp150.000 hingga Rp250.000 per bulan, yang jika dikalikan dengan jumlah 167 sekolah dasar di Bandar Lampung, jumlah yang terkumpul sangat besar. Namun, hingga kini tidak ada kejelasan mengenai aturan atau mekanisme penggunaan dana tersebut.
“Pendampingan hukum ini awalnya diminta sebesar Rp2,5 juta per tahun, lalu diralat menjadi Rp200.000 per bulan. Tapi kami tidak tahu, untuk apa sebenarnya pendampingan hukum ini, dan apakah ada aturan yang mengharuskan setiap kepala sekolah membayar?” ungkap salah satu sumber .
Keadilan yang Dinanti dan Tuntutan Transparansi
Dengan berbagai kasus yang mencuat di permukaan, mulai dari pungli hingga dugaan pelecehan dan penyalahgunaan Dana BOS, publik kini menuntut tindakan tegas dari Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung. Tindakan tebang pilih dan perlindungan khusus terhadap “kaki tangan” dinas hanya akan memperburuk citra dunia pendidikan di kota ini.
Masyarakat, terutama para guru dan wali murid, berharap agar Kepala Dinas Pendidikan tidak terus-menerus bungkam dalam menghadapi dugaan pelanggaran yang terjadi. Mereka mendesak agar tidak ada kepala sekolah yang merasa kebal hukum karena kedekatannya dengan dinas, dan semua pihak yang terlibat diberi perlakuan yang sama di mata hukum.
“Jika memang ada dugaan pelanggaran, semua harus diperlakukan sama. Tidak boleh ada yang dilindungi hanya karena memiliki hubungan dekat dengan pejabat tertentu,” ujar seorang wali murid dengan penuh harap.
Apakah Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung akan menjawab tuntutan ini dengan transparansi dan tindakan tegas? Ataukah praktik tebang pilih akan terus berlangsung, memberikan perlindungan kepada pihak-pihak tertentu? Publik menantikan jawabannya.
Kesimpulan: Menanti Akhir dari Polemik di Dunia Pendidikan Bandar Lampung
Kasus dugaan pungutan liar dan penyalahgunaan Dana BOS di sejumlah sekolah dasar di Bandar Lampung kini menjadi ujian besar bagi Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung. Jika tidak ada langkah konkret dan transparan, maka citra dunia pendidikan di kota ini akan terus tercoreng. Apakah kepala dinas akan bersikap adil, atau terus menerapkan standar ganda? Semua pihak menunggu dengan harap-harap cemas, sambil berharap keadilan benar-benar ditegakkan di Bandar Lampung.
Semua tuduhan dalam kasus ini tetap berada dalam koridor praduga tak bersalah. Semua pihak yang disebutkan memiliki hak untuk membela diri dan memberikan klarifikasi. Prinsip keadilan harus tetap dipegang teguh demi kebenaran yang objektif.
Kita tunggu respons dan tindakan lebih lanjut dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung dalam edisi mendatang-
(RED)