(TK),BANDARLAMPUNG— Asas Dominus Litis, yang menyoroti peran jaksa sebagai pengendali perkara dalam sistem peradilan pidana, menjadi topik utama dalam diskusi publik yang berlangsung di Gedung LP2M UIN Raden Intan Lampung pada Kamis (27/1/2025).
Dalam diskusi, Ketua Pengadilan Negeri Bandar Lampung, Dr. H. Salman Alfarisi, S.H., M.H., menjelaskan bahwa sistem hukum Indonesia terus berkembang sebagai ruang laboratorium hukum, di mana berbagai konsep diuji sebelum diimplementasikan secara luas.

Sementara itu, Prof. Rudy, S.H., LLM., LLD., Ketua APHTN-HAN, mengungkapkan bahwa di beberapa negara, jaksa tidak hanya berperan dalam menuntut, tetapi juga dapat mengambil alih penyidikan dari kepolisian. Namun, ia menilai Indonesia belum siap menerapkan asas ini secara penuh, mengingat kompleksitas sistem hukum yang ada.
Pakar hukum pidana, Dr. Benny Karya Limantara, S.H., M.H., menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan antara Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK jika asas Dominus Litis diterapkan tanpa pengaturan yang jelas.
Ia juga menegaskan bahwa setiap aturan hukum harus dapat dipertanggungjawabkan agar dapat diterapkan secara efektif dalam sistem peradilan.
“Sifat dari hukum itu harus dipertanggungjawabkan. Jika ada RUU KUHP yang disahkan, maka aturan tersebut harus dapat dipenuhi dan diterapkan secara efektif, sehingga seseorang dapat secara dinamis menyesuaikan diri dalam menjalankannya,” jelasnya.
Ketua DPC Permahi, Tri Rahmadona, menekankan bahwa pemahaman mahasiswa terhadap konsep hukum sangat krusial agar mereka tidak hanya bereaksi setelah suatu regulasi disahkan.
“Mahasiswa sebagai agen perubahan harus mampu menganalisis dan membedah suatu aturan sebelum turun ke lapangan. Jangan hanya bergerak setelah ketuk palu,” tegasnya.
Diskusi ini bertujuan memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada mahasiswa dan masyarakat tentang bagaimana Dominus Litis dapat memengaruhi sistem peradilan di Indonesia serta tantangan dalam penerapannya. (**)