(TK), Bandar Lampung—Pengelolaan ribuan aset milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung terkesan diabaikan oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Hingga kini, terdapat 1.018 bidang tanah dari total 1.730 yang terdaftar di Kartu Inventaris Barang (KIB) A, yang belum disertifikatkan. Kabid Aset Daerah BPKAD Kota Bandar Lampung, dalam wawancaranya dengan tim BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung, memberikan jawaban klise dengan menyebutkan bahwa proses sertifikasi masih berlangsung di BPN dan memakan waktu hingga dua tahun. Selain itu, sebagian besar tanah yang belum bersertifikat adalah tanah di bawah jalan, umumnya hibah dari pengembang.
Masalah tidak hanya terbatas pada tanah. Sebanyak 89 unit kendaraan dinas (randis) di sembilan OPD tidak memiliki Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), sementara 24 unit lainnya hilang tanpa jejak. Kondisi ini memperlihatkan lemahnya pengawasan BPKAD terhadap aset yang seharusnya dikelola dengan baik.
Selain itu, 128 unit randis dalam kondisi rusak berat belum dihapus dari daftar aset, meskipun nilainya mencapai Rp 4,57 miliar. Kabid Aset Daerah BPKAD kembali menyalahkan sistem, menyebut bahwa aplikasi Sipasda belum mampu secara otomatis mereklasifikasi aset tetap yang rusak berat. Pernyataan ini menunjukkan kurangnya tanggung jawab dan pemahaman atas tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang seharusnya mereka emban.
Ironisnya, aset berupa ruko/kios/toko senilai Rp 41,1 miliar yang tersebar di enam pasar di Bandar Lampung, hingga kini belum tercatat oleh BPKAD. Kabid Aset Daerah BPKAD dan Pengurus Barang Dinas Perdagangan mengaku belum mencatat aset tersebut karena belum mempelajari perjanjian kerja sama (PKS) antara Pemkot dan pengembang. Dari enam PKS pembangunan pasar, hanya empat yang berhasil ditemukan, mengindikasikan lemahnya pengelolaan dokumen penting di instansi tersebut.
Akibat kelalaian ini, aset-aset Pemkot Bandar Lampung terus mengalami penurunan jumlah dan nilainya, mencerminkan kurangnya integritas dan profesionalisme dalam pengelolaan aset daerah.
Masalah yang lebih serius muncul ketika ditemukan bahwa aset-aset Pemkot berupa kendaraan dinas tanpa BPKB tersebar di berbagai dinas, termasuk Dinas Pekerjaan Umum, BPBD, Dinas Kesehatan, dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Dinas Lingkungan Hidup, misalnya, mencatat 52 unit kendaraan tanpa BPKB, angka yang sangat memprihatinkan dan mengindikasikan pengelolaan yang jauh dari kata profesional.
Lebih lanjut, dari 24 unit kendaraan dinas yang hilang, sebagian besar berada di Sekretariat Kota Bandar Lampung, yang menghilangkan 14 unit kendaraan, dan lainnya tersebar di DLH, Kecamatan Enggal, Langkapura, Teluk Betung Selatan, dan Sekretariat DPRD. Fakta ini menunjukkan bahwa masalah tidak hanya terletak pada pencatatan dan sertifikasi, tetapi juga dalam pemantauan dan pelaporan aset-aset yang sudah rusak atau hilang.
Sebanyak 128 unit kendaraan dinas yang rusak berat dan mangkrak di berbagai OPD, seperti BPBD, Dinas Kesehatan, dan kecamatan-kecamatan, tidak dihapus dari daftar aset. Padahal, BPK RI telah mengestimasi nilai aset rusak tersebut mencapai lebih dari Rp 4,5 miliar. Ketidakmampuan BPKAD dalam menangani masalah ini semakin memperkuat kesan bahwa ada kelalaian serius dalam manajemen aset di Pemkot Bandar Lampung.
Ketidakberesan dalam pengelolaan aset Pemkot Bandar Lampung ini tidak hanya merugikan secara materi, tetapi juga menunjukkan lemahnya kepemimpinan dan tanggung jawab pejabat terkait. Pengakuan pejabat BPKAD yang menyalahkan sistem aplikasi Sipasda alih-alih mengakui kelemahan dalam kinerja mereka, semakin menunjukkan bahwa reformasi mendalam dibutuhkan dalam manajemen aset di Pemkot Bandar Lampung.
Situasi ini menuntut tindakan segera dari pihak berwenang untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem pengelolaan aset, memastikan bahwa aset-aset Pemkot tidak terus tergerus akibat kelalaian, dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
(TIM)