(TK)LAMPUNG— Instruksi Presiden (Inpres) tentang efisiensi anggaran seharusnya menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam mengelola APBD secara bijak. Namun, realitas belanja daerah di Provinsi Lampung justru menunjukkan pola yang bertolak belakang. 28/3
Dalam tiga bulan pertama tahun 2025, Biro Umum di bawah kepemimpinan gubernur baru telah menayangkan Rencana Umum Pengadaan (RUP) dengan nilai fantastis, mencapai Rp92 miliar. Angka ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai urgensi dan prinsip efisiensi anggaran.

Beberapa pos anggaran mendapat sorotan tajam. Misalnya, sewa mobil dinas senilai Rp2 miliar. “Apakah kendaraan operasional yang sudah ada tidak mencukupi?” ujar seorang pengamat kebijakan publik. Selain itu, alokasi Rp5 miliar untuk jamuan makan dan Rp1,4 miliar untuk suvenir juga dinilai tidak sejalan dengan prioritas pembangunan daerah.
Realitas ini menunjukkan kesenjangan antara kebijakan efisiensi yang dicanangkan pemerintah pusat dan praktik di daerah. Jika belanja birokrasi terus menguras anggaran dibanding kepentingan publik, siapa yang seharusnya bertanggung jawab? Apakah DPRD menjalankan fungsi pengawasannya dengan baik?
Gubernur baru, Mirza, kini menjadi sorotan. Akankah ia melakukan pembenahan atau justru kebijakan ini memang merupakan arahannya kepada Biro Umum?
“Semua anggaran harus transparan dan sesuai kebutuhan masyarakat,” ujar seorang aktivis antikorupsi. Masyarakat pun berharap, kontrol dari berbagai pihak, termasuk media dan aparat pengawas, semakin diperketat agar setiap rupiah APBD benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat.(***)