Menu

Mode Gelap
Penguatan Layanan Kesehatan: Lapas Narkotika Kelas IIA Bandar Lampung dan RS Graha Husada Tandatangani Perjanjian Kerja Sama FKIP Unila dan Dinas Pendidikan Provinsi Lampung Jalin Kerja Sama untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Gubernur Lampung Ajak Sinergi Sektor Jasa Keuangan dalam Buka Puasa Bersama: Dorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah yang Berkelanjutan Gubernur Lampung Lantik Pj. Sekretaris Daerah: Harapan Baru untuk Masyarakat Lampung yang Sejahtera Buka Puasa Bersama dan Santunan Anak Yatim: Siloam Hospitals Purwakarta Rayakan Ramadan dengan Komitmen Kesehatan Kapolres Lampung Timur Pimpin Latihan Pra Operasi Ketupat Krakatau 2025: Siapkan Kesiapsiagaan untuk Mudik Aman di Idul Fitri

Lampung

“Pemprov Lampung Desak Pusat Tetapkan Regulasi Harga dan Mutu Singkong”

badge-check


					“Pemprov Lampung Desak Pusat Tetapkan Regulasi Harga dan Mutu Singkong” Perbesar

(TK)Pemprov—- Lampung bersama Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung mendesak pemerintah pusat untuk segera menetapkan regulasi nasional terkait harga dan mutu singkong.

Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas menyatakan, terdapat dua hal mendasar yang tidak dapat diselesaikan di tingkat daerah, yaitu standar kadar aci dan sistem potongan.

Menurutnya, tanpa intervensi pemerintah pusat, ketimpangan antara petani dan pabrik tidak akan menemui titik temu.

“Di lapangan, ada dua persoalan yang tidak bisa Lampung selesaikan karena ini ranah Kementerian. Kalau dua masalah ini tidak diselesaikan oleh Kementerian, maka antara pabrik dan petani tidak bakal ketemu,” ujar Mikdar saat mengikuti rapat terbatas secara virtual dengan kementerian terkait, pada Selasa (29/4).

Dalam rapat tersebut di hadir perwakilan dari Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Bappenas, serta Badan Pangan Nasional.

Mikdar menjelaskan, sebelumnya petani dan pelaku industri sepakat menetapkan harga singkong sebesar Rp1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 15%.

Namun sejak awal April 2025, harga turun drastis menjadi Rp1.100 per kilogram dengan potongan mencapai 30% hingga 38%. Hal ini menyebabkan petani hanya menerima Rp400–Rp500 per kilogram, yang bahkan tidak menutupi biaya produksi.

“Petani menghendaki harga Rp1.350 dengan potongan 15% dan kadar aci 20%, sementara pabrik meminta kadar aci 24% dengan harga dan potongan yang sama. Tanpa ketetapan dari pemerintah pusat, tidak akan ada titik temu,” tegas Mikdar.

Ia juga mengingatkan, Lampung menyumbang sekitar 70% dari produksi tapioka nasional, namun saat ini produsen di Lampung tidak mampu bersaing dengan provinsi lain seperti Sumatera Utara, Bangka Belitung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

“Kalau tidak ada regulasi nasional, pabrik-pabrik di Lampung lebih baik tutup. Tapi jika harga dan standar ditentukan oleh pemerintah pusat, pabrik akan mengikuti,” tambahnya.

Pemprov Lampung berharap keputusan terkait regulasi harga dan mutu singkong dapat diterbitkan dalam waktu dekat.

Mikdar juga menegaskan, masyarakat Lampung sangat bergantung pada komoditas singkong untuk kelangsungan hidup.

“Kami memohon kepada semua kementerian terkait agar tidak menganggap sepele persoalan ini. Harapan saya sebagai Ketua Pansus dan petani Lampung, harga kesepakatan dapat dijalankan dan berlaku secara nasional,” kata Mikdar.

Sebelumnya, Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal telah menggelar rapat koordinasi dengan seluruh Bupati dan Wali Kota Se-Lampung, salah satu hal yang menjadi pembahasan yaitu hilirisasi komoditas strategis seperti Singkong, pada Rabu (16/4).

“Kami telah menggelar pertemuan dengan seluruh bupati dan wali kota di Gedung Pusiban. Salah satu isu utama adalah penguatan hilirisasi komoditas strategis seperti singkong,” ujar Gubernur Mirza.

Menurutnya, hilirisasi produk singkong tidak hanya untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah, tetapi juga sebagai solusi jangka panjang untuk menstabilkan harga hasil pertanian.

“Kami konsen melakukan hilirisasi di tingkat desa untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan nilai tambah produk. Ini juga bagian dari mendukung Asta Cita Pemerintah Pusat, khususnya butir kelima: hilirisasi dan industri berbasis sumber daya alam,” jelasnya.

Mirza menambahkan, bahwa singkong Lampung tidak harus berhenti pada industri tapioka, namun dapat dikembangkan menjadi bahan baku bioenergi sebagai bagian dari kemandirian energi nasional.

Data menunjukkan Lampung masih menjadi produsen ubi kayu terbesar di Indonesia, dengan kontribusi 39% dari total produksi nasional.

Produksi mencapai 6,71 juta ton dengan wilayah Lampung Tengah sebagai daerah penyumbang terbesar melalui luas panen 77.038 hektare. (***)

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Jalu Yuswa Panjang ,dengan Tegas akan Lakukan Pemeriksaan dan Evaluasi, Bapas Bandar Lampung Masih Bungkam di Tengah Sorotan Dugaan Pungli”

15 Mei 2025 - 02:50 WIB

“Polda Lampung Lakukan Risk Assessment untuk Amankan Debat Publik Paslon Bupati Pesawaran”

14 Mei 2025 - 23:29 WIB

Korupsi Dana PAUD: Modus SPJ Fiktif Rugi Negara Miliaran Rupiah di Kota Metro

14 Mei 2025 - 23:23 WIB

“Tragedi di Bulok: Remaja 17 Tahun Ditemukan Tewas Gantung Diri di Area SMA”

14 Mei 2025 - 23:18 WIB

“Serangan Buaya: Ibu Rumah Tangga Terluka Saat Mandi di Sungai Pekon Sri Purnomo”

14 Mei 2025 - 23:10 WIB

Trending di Lampung

You cannot copy content of this page