TK, Bandar Lampung – Harga ubi kayu terus terpuruk. Di tengah jeritan petani yang makin tak berdaya, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengambil sikap tegas: meminta impor terbatas tapioka segera dihentikan.
Gubernur menyebut, persoalan tataniaga ubi kayu tak bisa diselesaikan jika kebijakan impor tak dikendalikan.

Menurutnya, industri lokal kesulitan menyerap hasil petani karena harga tapioka dalam negeri kalah bersaing.
Tataniaga ubi kayu ini dimulai dari hulu sampai hilir. Kami sekarang sedang berproses agar pabrik-pabrik mau menyerap ubi kayu, syaratnya tepung tapioka yang diproduksi pabrik juga harus diserap industri dengan harga yang baik. Sebab tepung tapioka kita kalah karena harganya yang terlalu mahal,” ujarnya.
Iyai Mirza menegaskan bahwa perbaikan sistem harus menyentuh dari hilir ke hulu. Kebijakan impor terbatas tapioka adalah kunci agar hasil petani bisa terserap maksimal.
“Dan syaratnya itu harus ada tatanan yang bagus dan baru terhadap tataniaga ubi kayu. Salah satunya melalui impor terbatas tepung tapioka, agar hasil produksi dalam negeri bisa terserap maksimal,” katanya.
Ia menyoroti masih adanya impor oleh industri turunan seperti makanan dan kertas. Menurutnya, larangan harus diberlakukan menyeluruh agar tidak timpang.
“Kami meminta larangan impor terbatas tapioka ini segera diberlakukan agar bisa menjaga stabilitas harga dalam negeri. Misalkan pabrik memang tidak impor tapioka dari luar, tapi industri turunan seperti makanan dan pabrik kertas masih boleh impor maka sama saja. Jadi kami ingin larangan impor diberlakukan untuk semua,” ucapnya
Gubernur juga telah menetapkan harga sementara untuk menahan gejolak pasar dan menyelamatkan petani.
“Harga sementara sudah diberlakukan yaitu Rp1.350 per kilogram dengan rafaksi 30 persen tanpa mengukur kadar pati. Harapannya ini bisa membantu tataniaga ubi kayu di Lampung tetap berjalan dengan baik sembari menunggu aturan larangan terbatas impor tapioka dari pemerintah pusat,” tambahnya.
(**)