(TK)Lampung— Sebanyak 84 warga Lampung menjadi korban dari 44 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang terhitung sejak tahun 2022 hingga Mei 2025. Polda Lampung mencatat keberhasilan ini dalam kegiatan deklarasi anti TPPO serta penempatan ilegal Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang dihadiri oleh Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika, dan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding.
Kapolda Helmy menyatakan bahwa dari total kasus yang diungkap, terdapat 75 orang dewasa dan 9 anak-anak yang menjadi korban. Ia menegaskan bahwa TPPO merupakan kejahatan serius yang berdampak fisik, mental, dan psikologis, terutama terhadap perempuan dan anak-anak.

“TPPO adalah kejahatan kemanusiaan yang sangat membahayakan. Ini bukan hanya menyerang fisik, tetapi juga menghancurkan mental dan masa depan para korban,” ujar Helmy.
Modus operandi yang digunakan pelaku kini memanfaatkan perkembangan teknologi digital, termasuk manipulasi media sosial, penyebaran informasi palsu, dan kecerdasan buatan (AI). Helmy menambahkan bahwa modus yang paling umum adalah pengiriman pekerja migran secara ilegal melalui jalur laut.
Kapolda juga menjelaskan bahwa TPPO kini dilakukan lebih terbuka dan melibatkan jaringan terorganisir lintas wilayah. Untuk itu, Kapolri telah membentuk Gugus Tugas TPPO hingga ke tingkat provinsi, termasuk Lampung.
“Lampung memiliki posisi strategis. Komitmen kami adalah melakukan upaya konkret yang tidak hanya bersifat simbolik, dengan melibatkan berbagai pihak untuk memutus rantai perdagangan orang dari hulu ke hilir,” pungkasnya(***)