(TK), Lampung Timur— Kasus dugaan tindak pidana korupsi kembali mencuat di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Lampung Timur. Data yang kami miliki mengungkapkan adanya kelebihan pembayaran proyek dan potensi kerugian negara sebesar Rp1.294.242.344,34 yang terjadi pada proyek penanganan jalan Long Segment di dua lokasi, yaitu ruas jalan Donomulyo – Sumber Sari dan ruas jalan Tulung Balak – Batas Lampung Tengah.
Proyek yang dilaksanakan oleh dua perusahaan, yaitu CV KUJ dan CV KD, bernilai total kontrak Rp9.159.493.133,37, namun pelaksanaan dan penyelesaian proyek tersebut menyisakan sejumlah masalah serius. Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat kekurangan volume dan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi kontrak dengan nilai mencapai Rp1.294.242.344,34.
Indikasi Manipulasi Volume dan Kualitas Proyek
Pada kedua proyek tersebut, volume pekerjaan yang direalisasikan lebih rendah dari yang seharusnya. Selain itu, pekerjaan yang dihasilkan tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah ditetapkan. Untuk CV KUJ, kekurangan volume dan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi senilai Rp860.133.058,56, sementara CV KD merugikan sebesar Rp434.109.285,78.
Beberapa komponen utama dalam proyek seperti Laston AC-WC, lapis perekat, LPA kelas A, beton struktur, dan pasangan batu mortar tidak memenuhi ketentuan spesifikasi yang disyaratkan dalam kontrak.
Dugaan Keterlibatan Oknum dan Lalai dalam Pengawasan
Selain masalah volume dan kualitas pekerjaan, keterlambatan penyelesaian proyek juga tidak dikenakan denda sesuai aturan. Proyek yang seharusnya selesai dalam 120 hari mengalami keterlambatan, namun pihak pelaksana tidak dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp214.170.037,47. Terkait keterlambatan ini, CV KUJ dan CV KD masing-masing harusnya membayar denda sebesar Rp105.414.609,92 dan Rp108.755.427,55.
Fakta bahwa tidak ada tindakan tegas dalam mengenakan denda tersebut memperkuat dugaan adanya unsur kesengajaan oleh pihak terkait. Dalam hal ini, Kepala Dinas PUPR dinilai kurang cermat dalam mengawasi jalannya proyek, sementara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Tim Pengawas yang terlibat lalai dalam menjalankan tugasnya.
Kesengajaan atau Kelalaian Terorganisir?
Dari data yang ada, kuat dugaan bahwa manipulasi ini bukan sekadar kesalahan teknis di lapangan, melainkan sudah terencana. Para penyedia jasa konstruksi tampaknya sengaja tidak memenuhi spesifikasi kontrak, dengan tujuan memperoleh keuntungan lebih besar dari dana proyek yang sudah dikucurkan. Parahnya lagi, pihak yang seharusnya mengawasi pelaksanaan proyek justru terkesan menutup mata atas berbagai pelanggaran tersebut.
Dugaan ini semakin diperkuat oleh lambannya respons dari pihak Dinas PUPR terhadap pelanggaran yang jelas-jelas terjadi. Kesalahan seperti ini seharusnya ditindak tegas dan penyedia jasa konstruksi dikenai sanksi administrasi serta denda keterlambatan, namun yang terjadi justru sebaliknya.
Tuntutan Proses Hukum
Kasus ini harus segera diusut secara tuntas. Pihak berwenang, terutama Bupati Lampung Timur, diharapkan mengambil langkah tegas untuk memerintahkan pengembalian kerugian sebesar Rp1.294.242.344,34 ke kas daerah, serta mengenakan denda keterlambatan sebesar Rp214.170.037,47 kepada kedua perusahaan pelaksana proyek. Lebih dari itu, dugaan keterlibatan oknum di dalam dinas yang memfasilitasi atau bahkan bekerja sama dalam korupsi ini harus segera diselidiki dan diproses secara hukum.
Publik berharap kasus ini menjadi peringatan keras bagi instansi pemerintah lainnya agar tidak bermain-main dengan proyek yang bersumber dari anggaran publik, karena hal ini menyangkut kesejahteraan dan pembangunan daerah yang harusnya dinikmati oleh masyarakat luas.
Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Dinas PUPR Lampung Timur ini bukan hanya soal penyelewengan anggaran, tetapi juga menyiratkan adanya pola sistematis dalam praktik korupsi yang berpotensi meluas ke proyek-proyek lainnya di daerah tersebut. Fakta bahwa pengawas proyek, termasuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan konsultan pengawas, tampak abai atau bahkan terlibat dalam manipulasi proyek menimbulkan kekhawatiran mengenai integritas instansi terkait.
Dampak Terhadap Pembangunan Daerah
Kerugian negara yang terjadi tidak hanya berdampak secara finansial, tetapi juga menghambat kualitas infrastruktur yang seharusnya menjadi prioritas utama dalam pembangunan daerah. Infrastruktur jalan, yang merupakan sarana vital bagi aktivitas ekonomi masyarakat, seharusnya dibangun sesuai standar agar dapat bertahan lama dan memberikan manfaat jangka panjang. Namun, dengan adanya pengurangan volume dan kualitas pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi, kondisi jalan yang dihasilkan tidak akan bertahan lama dan cenderung cepat rusak.
Hal ini tentunya menambah beban anggaran daerah karena perbaikan jalan yang tidak sesuai standar akan memerlukan biaya tambahan. Selain itu, masyarakat yang sehari-hari menggunakan jalan tersebut akan dirugikan oleh kondisi infrastruktur yang buruk dan berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas.
Reaksi Publik dan Tuntutan Transparansi
Kasus ini menarik perhatian luas dari berbagai elemen masyarakat, termasuk aktivis anti-korupsi dan media lokal. Mereka mendesak agar proses investigasi dilakukan secara transparan dan menyeluruh. Selain itu, masyarakat menuntut agar pihak-pihak yang terlibat, baik dari kalangan kontraktor maupun pejabat dinas, diberikan sanksi tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pentingnya transparansi dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah kini menjadi sorotan. Masyarakat berharap agar setiap pengadaan proyek infrastruktur, terutama yang menggunakan dana publik, dapat diawasi lebih ketat oleh lembaga-lembaga yang berwenang, seperti Inspektorat dan lembaga anti-korupsi.
Langkah Preventif dan Pembenahan Sistem
Kasus seperti ini menegaskan perlunya reformasi menyeluruh dalam sistem pengadaan barang dan jasa, terutama di sektor infrastruktur. Pengawasan harus diperketat dengan melibatkan lebih banyak lembaga independen yang memiliki integritas tinggi. Selain itu, teknologi digital seperti e-procurement dan sistem monitoring berbasis digital perlu dioptimalkan untuk mencegah terjadinya manipulasi dalam proses pelaksanaan proyek.
Pelatihan dan peningkatan kapasitas pengawasan oleh aparatur negara juga harus diperkuat, agar tidak mudah terjadi kelalaian atau kompromi yang merugikan negara. Selain itu, pemberian sanksi yang tegas terhadap pelanggaran kontrak harus dilakukan tanpa pandang bulu, sehingga menjadi pelajaran bagi penyedia jasa dan pejabat yang bertanggung jawab.
Upaya Hukum dan Proses Pengembalian Kerugian
Sejalan dengan penyelidikan yang sedang berlangsung, masyarakat berharap adanya proses hukum yang cepat dan efektif untuk mengadili para pelaku. Proses pengembalian kerugian negara sebesar Rp1.294.242.344,34 juga harus diprioritaskan, agar anggaran yang disalahgunakan bisa kembali digunakan untuk kepentingan publik.
Langkah pengembalian dana tidak cukup hanya dengan menuntut kontraktor, namun juga harus melibatkan pihak-pihak di dalam dinas yang terindikasi terlibat. Jika terbukti, mereka harus turut bertanggung jawab dalam mengembalikan kerugian dan menjalani proses hukum yang setimpal.
Kasus dugaan korupsi di Dinas PUPR Lampung Timur menjadi contoh nyata dari kompleksitas masalah korupsi di sektor pembangunan infrastruktur. Manipulasi dalam pelaksanaan proyek yang seharusnya membawa manfaat besar bagi masyarakat, malah menjadi ajang bagi pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk mengambil keuntungan pribadi. Kasus ini menuntut penanganan serius oleh pihak berwenang dan harus menjadi momen untuk melakukan reformasi yang lebih mendalam dalam sistem pengadaan dan pelaksanaan proyek pemerintah.
Dengan transparansi, pengawasan ketat, serta penerapan sanksi yang tegas, diharapkan kasus seperti ini tidak lagi terjadi, dan pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh dana publik benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat sesuai dengan harapan.
(RED)