(TK),Bandar Lampung— Praktik pungutan liar (pungli) kembali mencoreng dunia pendidikan. SMAN 17 Bandar Lampung diduga melakukan pungutan ilegal dengan mewajibkan siswa kelas 10 dan 11 membayar biaya perpisahan siswa kelas 12. Sejumlah wali murid mengecam keras tindakan ini, yang dianggap tidak adil dan memberatkan.
Menurut laporan dari beberapa orang tua siswa, biaya yang dibebankan kepada siswa kelas 10 mencapai Rp120 ribu, kelas 11 Rp150 ribu, dan kelas 12 Rp250 ribu. Kebijakan ini menimbulkan polemik, karena perpisahan merupakan acara kelas 12, namun justru dibebankan kepada siswa yang tidak terlibat.

“Yang mau perpisahan itu siswa kelas 12, kenapa anak kelas 10 dan 11 dipaksa bayar? Ini jelas tidak adil dan merugikan,” ujar salah satu wali murid dengan nada kecewa.
Saat dikonfirmasi, Wakil Kepala Sekolah SMAN 17 Bandar Lampung, Imam, membenarkan adanya pungutan tersebut. Namun, ia berdalih bahwa acara perpisahan sepenuhnya diatur oleh OSIS, bukan pihak sekolah.
“Itu acara OSIS dan memang OSIS yang menyusun semuanya, tidak ada keterlibatan sekolah di situ. Semua OSIS yang mengurus dan mengatur acara perpisahan tersebut,” ujar Imam.
Namun, saat ditanya lebih lanjut, ia mengakui bahwa pihak sekolah mengetahui adanya pungutan ini. “Iya, pihak sekolah mengetahui, karena ada surat edaran baru bahwa kalau perpisahan enggak boleh pergi keluar kota, makanya diadakan di salah satu gedung,” tambahnya.
Tindakan yang dilakukan SMAN 17 Bandar Lampung ini berpotensi melanggar aturan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, sekolah dilarang melakukan pungutan yang bersifat wajib kepada siswa atau wali murid.
Selain itu, Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pencegahan Pungutan Liar di Sekolah menegaskan bahwa pungutan yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas termasuk dalam kategori pungli dan dapat dikenai sanksi.
Dinas Pendidikan Provinsi Lampung juga telah menetapkan bahwa setiap pungutan di sekolah harus bersifat sukarela dan tidak boleh menjadi kewajiban. Dengan adanya praktik pungli ini, pihak sekolah berpotensi dikenai sanksi administratif hingga pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Para wali murid menuntut agar pihak sekolah segera mengembalikan uang yang telah dipungut secara tidak sah dari siswa kelas 10 dan 11. Mereka juga meminta Dinas Pendidikan Provinsi Lampung turun tangan untuk mengusut dugaan pungli ini dan memberikan sanksi tegas kepada pihak yang bertanggung jawab.
“Kami menolak keras praktik pungli seperti ini! Kami meminta uang dikembalikan dan sekolah harus bertanggung jawab. Jika tidak ada tindakan dari Dinas Pendidikan, ini akan menjadi preseden buruk bagi sekolah lain,” tegas salah satu wali murid.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas Pendidikan Provinsi Lampung belum memberikan tanggapan resmi terkait permasalahan ini. Kasus ini menjadi perhatian serius, mengingat pungutan liar di lingkungan sekolah dapat mencoreng dunia pendidikan dan menambah beban ekonomi bagi wali murid yang seharusnya tidak dibebani dengan biaya yang tidak sah.
(RED)