(TK)—Jakarta— Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan dukungannya terhadap pandangan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) mengenai proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Ia menyampaikan bahwa masyarakat sebaiknya menilai proyek tersebut tidak hanya dari sisi laba finansial, melainkan juga dari manfaat sosial yang lebih luas.

Purbaya memandang gagasan Jokowi sangat logis karena proyek Whoosh membawa misi pembangunan wilayah.
Ia menjelaskan bahwa kawasan di sekitar jalur kereta cepat mampu menciptakan aktivitas ekonomi baru yang memberi keuntungan nyata bagi masyarakat.
“Ada betulnya juga sedikit, karena kan Whoosh tuh sebetulnya ada misi regional development juga kan. Tapi yang regionalnya belum dikembangkan mungkin di mana ada pemberhentian di sekitar jalur Whoosh supaya ekonomi sekitar itu tumbuh. Itu harus dikembangkan ke depan, jadi ada betulnya,” kata Purbaya di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).
Manfaat Sosial dan Ekonomi dari Proyek Kereta Cepat
Menurut Purbaya, kawasan di sekitar stasiun Whoosh berpotensi memperkuat nilai investasi sosial yang Jokowi maksud.
Proyek ini tidak hanya menghadirkan transportasi cepat, tetapi juga membuka ruang tumbuhnya peluang usaha di berbagai daerah.
Sebelumnya, Jokowi menegaskan bahwa pembangunan Whoosh bertujuan melampaui perhitungan keuntungan finansial. Ia menilai kemacetan di Jakarta dan Bandung menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp100 triliun setiap tahun.
“Transportasi massal itu bukan diukur dari laba, tetapi dari keuntungan sosial, seperti pengurangan emisi karbon dan peningkatan produktivitas masyarakat,” ujar Jokowi di Kottabarat, Senin (27/10/2025).
Jokowi menekankan bahwa proyek transportasi massal seperti Whoosh, MRT, dan LRT menciptakan social return on investment melalui efisiensi waktu, peningkatan produktivitas, dan penurunan polusi udara.
Pembiayaan dan Pengelolaan Proyek Whoosh
Purbaya menjelaskan bahwa proyek Whoosh memerlukan investasi sekitar US$7,2 miliar atau setara Rp116,54 triliun dengan kurs Rp16.186 per dolar AS. China Development Bank menyalurkan 75 persen pinjaman, sementara konsorsium BUMN Indonesia—yang beranggotakan PT KAI, Wijaya Karya, PTPN I, dan Jasa Marga—menyediakan sisanya.
Peningkatan nilai investasi proyek ini menimbulkan perdebatan publik soal utang. Purbaya memastikan bahwa pemerintah tidak akan memakai dana APBN untuk menutup biaya proyek tersebut.
“Itu kan Whoosh sudah dikelola oleh Danantara kan. Danantara sudah ngambil Rp80 triliun lebih dividen dari BUMN, seharusnya mereka manage dari situ saja,” ujar Purbaya dalam kesempatan terpisah.
PT Kereta Cepat Indonesia China saat ini memimpin pengelolaan proyek dengan dukungan konsorsium nasional. Kawasan sekitar stasiun terus berkembang dan memperkuat daya dorong ekonomi masyarakat sekitar.
Pemerintah juga mengadakan negosiasi dengan pihak China untuk menata ulang struktur pinjaman proyek Whoosh. Publik menuntut pemerintah agar meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek strategis nasional ini.
Purbaya menegaskan keyakinannya bahwa proyek Whoosh dapat membawa manfaat ekonomi dan sosial secara berkelanjutan bagi masyarakat luas.
(*)












