(TK),Lampung Tengah —Dugaan praktik korupsi kembali menyeruak dari tubuh pemerintahan desa. Kali ini, Kepala Desa Sriwijaya Mataram, Kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, diduga menyalahgunakan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2024, berdasarkan hasil investigasi tim gabungan awak media yang turun langsung ke lapangan pada Kamis (15/05/2025).
Dalam kunjungan investigatif ke Kantor Desa Sriwijaya Mataram, tim mencoba mengonfirmasi langsung kepada Kepala Desa, Ahmad Saefudin, terkait realisasi penggunaan Dana Desa tahun anggaran 2024. Namun, jawaban yang diberikan justru menimbulkan kecurigaan.

“Semua sudah disalurkan dengan baik,” ujar Ahmad singkat. Namun ketika ditanya lebih lanjut mengenai rincian realisasi dan pelaksanaan kegiatan, ia menjawab, “Tidak tahu, saya lupa,” ucapnya tanpa memberikan kejelasan.
Permintaan tim awak media untuk melihat langsung dokumen APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) guna mencocokkan data publik dari situs Kementerian Keuangan tak dikabulkan. Kepala desa berdalih bahwa data tersebut dipegang oleh sekretaris desa (carik), tanpa menjanjikan akan menunjukkan dokumen itu kemudian.
Investigasi lanjutan yang dilakukan ke Dusun Sri Mukti 2 menemukan indikasi kuat bahwa pembangunan fisik gorong-gorong yang disebut oleh kepala desa tidak pernah terealisasi di lapangan. Seorang narasumber yang enggan disebut namanya menegaskan:
“Tidak ada pembangunan fisik apa pun di Sri Mukti 2,” tegasnya.
Proyek tersebut tercatat menelan anggaran sekitar Rp 49.060.000 dan disebut dibagi dalam beberapa titik, namun tidak ditemukan bukti realisasi.
Tak hanya itu, pembangunan sumur bor senilai Rp 84.630.000 untuk dua unit di wilayah Sri Widodo dan Sri Makmur 2 juga menimbulkan tanda tanya besar. Fakta lapangan menyebutkan bahwa di Dusun Sri Widodo 1, fisik bangunan tidak ditemukan sama sekali, sehingga diduga fiktif. Bahkan di titik lain seperti Srikaton, Srimukti1, dan Srirejeki, pekerjaan yang ada tak sebanding dengan alokasi anggaran.
Selain itu, pada dokumen yang diperoleh tim, terdapat proyek pembuatan 4 unit sumur bor dengan total anggaran sebesar Rp 75.218.000, yang lagi-lagi disinyalir tidak sesuai dengan volume dan kualitas pekerjaan di lapangan.
Dana Desa yang diterima oleh Desa Sriwijaya Mataram pada tahun 2024 mencapai Rp 955.337.000. Namun, berdasarkan hasil investigasi, pelaksanaan kegiatan di lapangan diduga sarat penyimpangan, mulai dari mark-up anggaran, realisasi tidak sesuai spesifikasi, hingga kegiatan fiktif.
Warga desa pun mulai resah dan meminta aparat penegak hukum, khususnya BPKP Provinsi Lampung dan BPK RI, untuk turun melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan Dana Desa tahun 2024 di desa tersebut. Harapannya, audit tersebut bisa membongkar adanya indikasi pelanggaran dan memastikan transparansi pengelolaan keuangan desa.
“Kami masyarakat hanya ingin kejelasan, dana sebesar itu seharusnya bisa membangun desa. Tapi kenyataannya, mana buktinya? Kami minta BPKP dan APH periksa kepala desa!” ujar salah seorang warga.
Dengan adanya dugaan penyimpangan tersebut, Kepala Desa Ahmad Saefudin dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Tipikor, antara lain:
- Pasal 2 Ayat (1) UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara…”
- Pasal 3 UU RI No. 31 Tahun 1999:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan…”
- UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Tipikor
- Jo Pasal 18 UU Tipikor yang mengatur pengembalian kerugian negara dan pidana tambahan
- Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, tentang penyertaan dalam tindak pidana
Perlu ditekankan bahwa seluruh informasi dalam berita ini masih dalam tahap dugaan dan investigasi lapangan. Kepala Desa Ahmad Saefudin dan pihak terkait memiliki hak untuk memberikan klarifikasi dan pembelaan secara terbuka sesuai mekanisme hukum yang berlaku. Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) tetap menjadi prinsip utama dalam proses jurnalistik dan hukum.
(RED)