(TK), Tulangbawang—Program Indonesia Pintar (PIP) yang dirancang untuk mendukung siswa dari keluarga kurang mampu dengan bantuan finansial diduga disalahgunakan di SMKN 1 Menggala, Lampung. Menurut informasi yang diterima, dana bantuan PIP sebesar Rp 1.800.000 untuk setiap siswa diduga dipotong hingga Rp 1.500.000 oleh pihak sekolah, menyisakan hanya Rp 300.000 untuk keperluan pendidikan siswa.
Seorang siswa penerima bantuan, yang memilih untuk tidak disebutkan namanya, mengungkapkan kekecewaannya setelah mencairkan dana bantuan. Siswa tersebut mengaku bahwa setelah mencairkan dana dari bank, ia diwajibkan untuk menyerahkan Rp 1.500.000 kepada pihak sekolah. “Saya ingin menggunakan dana untuk membeli laptop, tetapi diberitahu bahwa saya harus menyetorkan Rp 1.500.000 agar tidak dihapus dari daftar penerima bantuan PIP di masa mendatang,” ujarnya.
Upaya media untuk mengonfirmasi masalah ini dengan Kepala Sekolah SMKN 1 Menggala gagal, karena kepala sekolah sedang rapat dan tidak dapat dihubungi. Ketika media menghubungi bagian Humas sekolah, A.T., ia mengakui adanya pemotongan dana dengan alasan sumbangan. A.T. menjelaskan bahwa siswa dikenakan sumbangan senilai Rp 2.600.000 sesuai keputusan rapat komite, sehingga dana bantuan PIP dipotong sebesar Rp 1.500.000.
Tindakan ini diduga melanggar beberapa peraturan dan undang-undang yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, sumbangan dari orang tua siswa harus bersifat sukarela dan tidak boleh dipaksakan. Selain itu, hal ini juga berpotensi melanggar Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur tentang pungutan liar dan penyalahgunaan wewenang.
Lebih lanjut, tindakan ini dapat dianggap melanggar Permendikbud No. 19 Tahun 2016 tentang Program Indonesia Pintar, yang mengatur bahwa bantuan PIP harus digunakan sepenuhnya untuk keperluan pendidikan siswa dan tidak boleh dialihkan untuk kepentingan lain.
Ketika media mengirimkan link pemberitaan kepada kepala sekolah, nomor WhatsApp awak media langsung diblokir oleh pihak kepala sekolah. Tindakan ini mengindikasikan kurangnya keterbukaan dan transparansi dalam penggunaan dana bantuan PIP di sekolah tersebut.
Ombudsman RI perwakilan Provinsi Lampung menanggapi kasus ini dengan menekankan perlunya transparansi dan keterbukaan dalam penggunaan anggaran pendidikan. “Kasus seperti ini menunjukkan perlunya kejelasan dan keterbukaan dalam penggunaan anggaran, serta pengawasan yang ketat dari semua pihak terkait. Program bantuan seperti PIP harus benar-benar digunakan sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk mendukung pendidikan siswa yang membutuhkan,” tegas perwakilan Ombudsman, Kamis (12/9/23)
Penting bagi pemerintah daerah dan pusat untuk menangani masalah ini dengan serius. Indonesia harus memastikan bahwa semua inisiatif pendidikan, termasuk Program Indonesia Pintar, berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan tidak membebani keluarga kurang mampu. Mencerdaskan anak bangsa tanpa menambah beban keluarga merupakan salah satu visi dan misi Indonesia maju. Penegakan aturan serta pengawasan yang ketat harus diterapkan agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Keberhasilan program bantuan pendidikan seperti PIP sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional dan harus dilakukan dengan penuh integritas dan tanggung jawab.
(TIM)