(TK)TUBABA—Kasus dugaan mark-up dan pengadaan fiktif dalam 12 paket pengadaan barang dan jasa di Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) semakin menjadi perhatian publik. Masyarakat mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk Polres dan Kejaksaan Negeri (Kejari) yang baru dilantik, untuk segera mengusut tuntas dugaan korupsi ini.
Dalam dugaan skandal ini, berbagai pejabat dinas disebut-sebut, termasuk nama Bupati Tubaba, meskipun hingga kini belum ada bukti kuat yang mengaitkannya langsung. Kepala Subbagian Umum dan Kepegawaian DLHD, Ni Made Sri Karni Valopi, mengakui keterlibatan tenaga honorer kebersihan sebanyak 65 orang, tetapi menyarankan agar rincian terkait pengadaan lainnya dikonfirmasi langsung dengan kepala bidang yang bertanggung jawab.
Kepala Bidang Tata Lingkungan DLHD, Andi Kurnia, menjelaskan bahwa proyek penyusunan dokumen daya dukung dan daya tampung lingkungan dilaksanakan melalui kerja sama dengan Institut Teknologi Sumatera (ITERA). Namun, ia tidak bisa memberikan rincian kontrak kerja yang jelas, yang seharusnya menjadi acuan transparansi publik.
Hartawan, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah DLHD, juga menyatakan bahwa excavator milik DLHD dalam keadaan rusak, namun anggaran tetap diajukan untuk pemeliharaan dan belanja jasa operator alat berat. Dugaan fiktif dalam pengadaan ini semakin kuat karena alat berat tersebut tidak pernah diperbaiki, tetapi penganggarannya tetap diajukan.
Inti permasalahan dalam kasus ini berpusat pada dugaan bahwa beberapa proyek yang dianggarkan DLHD tidak terealisasi secara faktual. Misalnya, pemeliharaan excavator yang seharusnya diperbaiki besar-besaran, namun tidak ada perbaikan yang terlihat di lapangan. Selain itu, proyek pengadaan barang dan jasa seperti plastik sampah, keranjang sampah, dan peralatan lainnya dilaporkan tidak ditemukan, meski anggaran telah disetujui.
Indikasi kuat adanya mark-up dalam laporan pengeluaran juga terlihat pada pengelolaan tenaga kebersihan pasar. Wanto, seorang petugas kebersihan pasar, mengaku bahwa ia dan rekan-rekannya hanya digaji Rp850.000 per bulan, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 23 orang, yang jauh lebih sedikit dari jumlah yang dilaporkan dalam anggaran.
Dugaan skandal korupsi ini berawal dari realisasi anggaran tahun 2023, dengan temuan mencurigakan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang dilakukan pada tahun tersebut. Pengusutan kasus ini semakin mendesak setelah Kepala Polres dan Kepala Kejari Tubaba baru dilantik pada tahun 2024. Masyarakat dan pengamat hukum berharap bahwa kepemimpinan baru ini dapat menunjukkan komitmen mereka terhadap penegakan hukum dengan mengusut tuntas kasus ini.
Dugaan penyimpangan ini terjadi di lingkungan DLHD Kabupaten Tulang Bawang Barat. Pengadaan yang mencurigakan termasuk proyek pemeliharaan alat berat, pengelolaan tenaga kebersihan, serta pengadaan barang yang diduga fiktif. Beberapa proyek ini melibatkan MoU antara DLHD dan ITERA, namun kontrak pelaksanaannya tidak jelas.
Kasus ini penting untuk segera ditangani karena melibatkan dugaan penyalahgunaan anggaran yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik. Ketidaktransparanan dan dugaan penggelembungan anggaran dapat merusak kredibilitas pemerintah daerah dan mencoreng citra organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya di Kabupaten Tubaba. Direktur Cabang Sentral Investigasi Korupsi Akuntabilitas dan HAM (SIKK-HAM) Tubaba, Merizal Yuli Saputra, mengingatkan bahwa kasus ini harus menjadi prioritas aparat penegak hukum agar tidak menciptakan spekulasi negatif di kalangan masyarakat.
“Kasus ini bukan delik aduan, Kejari Tubaba memiliki kewenangan untuk langsung bergerak tanpa perlu menunggu laporan. Publik ingin melihat tindakan nyata dari Polres dan Kejari yang baru,” ungkap Merizal.
Dalam menanggapi dugaan korupsi ini, APH diharapkan segera melakukan penyelidikan yang komprehensif dan memeriksa semua pihak terkait. Berdasarkan prinsip **praduga tak bersalah**, semua pihak yang terlibat harus diperlakukan dengan adil, hingga ada bukti kuat yang membuktikan kesalahan. Namun, aparat juga harus bertindak cepat, mengingat urgensi kasus ini bagi masyarakat dan pentingnya menjaga akuntabilitas anggaran di lingkungan pemerintahan.
Dalam penerapan prinsip 5W1H jurnalistik, masyarakat Tubaba mengharapkan agar semua pertanyaan terkait siapa yang terlibat, apa yang terjadi, kapan pelanggaran ini terjadi, di mana penyimpangan terjadi, mengapa kasus ini penting untuk diusut, dan bagaimana proses hukum akan berjalan* dapat terjawab dengan jelas melalui penegakan hukum yang profesional dan transparan.
Dengan temuan ini, masyarakat berharap agar kasus dugaan korupsi ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh instansi pemerintah di Kabupaten Tubaba untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pengelolaan anggaran.
(RED)