TK, Bandar Lampung — Pemimpin Redaksi sekaligus pemilik Media Tinta Informasi, Amuri, menyatakan kegeramannya atas pencatutan nama medianya dalam dugaan praktik suap yang terkait dengan kasus perselingkuhan seorang guru honorer di Kampung Wonorejo, Kecamatan Penawar Aji, Kabupaten Tulang Bawang. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut telah mencoreng nama baik medianya serta merusak integritas dunia jurnalistik.
Sebelumnya, kasus ini mencuat di berbagai media online setelah warga memergoki seorang guru honorer bernama Widi tengah bersama pria beristri di area perkebunan sawit pada malam hari. Widi diketahui merupakan anak dari Kepala SDN 1 Karya Makmur, tempat ia mengajar.
Menindaklanjuti pemberitaan tersebut, kepala sekolah yang bersangkutan diduga berupaya mencari solusi agar kasus ini tidak berlanjut ke ranah publik dengan menawarkan sejumlah uang kepada wartawan yang memberitakan peristiwa itu. Namun, tawaran tersebut ditolak.
Beberapa waktu kemudian, seorang individu tak dikenal menghubungi kepala sekolah tersebut, mengaku sebagai pimpinan Tinta Informasi, dan meminta sejumlah uang agar pemberitaan dihentikan. Berdasarkan kesepakatan antara keduanya, kepala sekolah itu akhirnya mentransfer dana sebesar Rp2,5 juta kepada pihak yang mengaku sebagai pimpinan media tersebut.
Merasa nama medianya dicemarkan, Amuri pun mengambil langkah hukum dengan melaporkan pihak yang mengaku sebagai dirinya ke Polres Tulang Bawang. Tak hanya itu, ia juga mendesak kepolisian untuk memeriksa kepala sekolah yang bersangkutan atas dugaan tindakan suap.
Amuri menegaskan bahwa tindakan memberikan suap untuk menutupi kasus merupakan pelanggaran hukum yang tidak bisa dibiarkan.
“Kami sangat menyayangkan tindakan oknum kepala sekolah yang memilih jalur penyuapan dalam menangani permasalahan ini. Akibat ulahnya, nama baik Tinta Informasi tercemar,” ujar Amuri kepada awak media, Minggu (18/01/2025).
Ia berharap Polres Tulang Bawang segera memanggil dan memeriksa kepala sekolah tersebut guna mendapatkan kejelasan terkait kasus ini.
“Saya meminta pihak kepolisian untuk segera bertindak dan memproses kasus ini secara transparan. Jika ada unsur penyuapan, maka baik pemberi maupun penerima suap harus ditindak sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.
Secara hukum, tindakan suap diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Pasal 2 UU tersebut menyatakan bahwa siapa pun yang memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud membujuk agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya, dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan dikenakan denda maksimal Rp15 juta.
Dengan adanya kasus ini, Amuri menegaskan komitmennya untuk menjaga integritas dunia jurnalistik dan memastikan bahwa tidak ada praktik-praktik kotor yang mencoreng profesi wartawan. Ia juga berharap aparat penegak hukum dapat bertindak cepat dan tegas dalam menangani perkara ini.
Kasus ini menjadi peringatan bahwa praktik suap, sekecil apa pun, dapat berdampak luas dan mencoreng kredibilitas banyak pihak. Kejelasan dan transparansi dalam penegakan hukum menjadi kunci untuk memastikan tidak ada ruang bagi penyalahgunaan wewenang dan pencatutan nama dalam dunia jurnalistik maupun birokrasi.
(**)