Dugaan Korupsi di Proyek Jalan Tubaba: Potensi Kerugian Negara Capai Rp 3,1 Miliar, Pihak Terkait Belum Bertindak

(TK), Tulang Bawang Barat—Proyek peningkatan jalan di Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) tahun 2023, dengan total nilai kontrak Rp 34.173.891.000,00, kini menghadapi dugaan korupsi. Enam paket pekerjaan yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Tubaba ditemukan mengalami berbagai masalah serius, termasuk kekurangan volume, ketidaksesuaian spesifikasi, dan denda keterlambatan yang belum dikenakan.

Berdasarkan data yang kami peroleh, total potensi kerugian negara dari proyek ini mencapai Rp 3.117.319.124,95. Angka ini terdiri dari kelebihan pembayaran oleh para penyedia jasa konstruksi serta denda keterlambatan yang belum ditagih oleh pihak terkait.

Berikut rincian beberapa proyek yang bermasalah:
1. Peningkatan Jalan SP Panaragan Jaya (Protokol) – SP Gedung Ratu (DAK)
– Pelaksana: PT TWU
– Nilai Kontrak: Rp 16.040.125.000,00
– Ketidaksesuaian Spesifikasi: Rp 481.276.104,25
– Denda Keterlambatan: Rp 43.351.689,19

2. Peningkatan Jalan Setia Agung – Terang Makmur (DAK)
– Pelaksana: CV KAP
– Kekurangan Volume: Rp 150.875.501,96
– Ketidaksesuaian Spesifikasi: Rp 464.528.987,71

3. Peningkatan Jalan SP Kartaharja – Marga Kencana
– Pelaksana: CV RK
– Kekurangan Volume: Rp 11.070.216,27
– Ketidaksesuaian Spesifikasi: Rp 1.282.179.958,35
– Denda Keterlambatan: Rp 36.668.547,75

Jumlah potensi kelebihan pembayaran lebih dari Rp 3 miliar, namun hingga kini, pihak terkait belum bertindak untuk memproses pengembalian uang negara ataupun menagih denda keterlambatan yang seharusnya dibebankan. Kami mencatat adanya kelambanan dari Dinas PUPR dalam menindaklanjuti masalah ini, meskipun indikasi penyalahgunaan anggaran sudah jelas.

Tindakan yang lamban dan tidak ada langkah tegas dari pihak terkait semakin memperkuat dugaan adanya praktik korupsi dalam proyek-proyek ini. Jika penyimpangan tersebut tidak segera diselesaikan, bukan tidak mungkin masalah ini akan meningkat menjadi kasus pidana korupsi yang melibatkan sejumlah pihak.

Kasus ini menunjukkan adanya potensi pelanggaran serius terhadap aturan pengelolaan keuangan negara. Penegakan hukum perlu segera dilakukan untuk memastikan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan proyek jalan ini bertanggung jawab atas kerugian yang dialami negara.

Penyelidikan kami lebih lanjut mengungkap bahwa berbagai penyimpangan dalam proyek peningkatan jalan ini terjadi secara sistematis. Mulai dari kekurangan volume pekerjaan yang dilaporkan hingga ketidaksesuaian spesifikasi kontrak, seluruh temuan ini menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa pelaksana proyek tidak hanya lalai, namun diduga sengaja mengurangi kualitas pekerjaan untuk meraup keuntungan lebih besar.

Beberapa contoh nyata dapat dilihat pada proyek peningkatan Jalan SP Panaragan Jaya (Protokol) – SP Gedung Ratu yang dilaksanakan oleh PT TWU, dengan nilai kontrak mencapai Rp 16 miliar. Ketidaksesuaian spesifikasi yang ditemukan dalam proyek ini mencapai lebih dari Rp 481 juta, menunjukkan bahwa material dan kualitas pekerjaan tidak sesuai dengan standar yang disepakati dalam kontrak. Hal ini jelas merugikan masyarakat, karena jalan yang seharusnya dibangun dengan baik, justru berpotensi mengalami kerusakan dalam waktu singkat.

Proyek lainnya seperti peningkatan Jalan Setia Agung – Terang Makmur yang dikelola oleh CV KAP juga memperlihatkan kekurangan volume sebesar Rp 150 juta, dan ketidaksesuaian spesifikasi mencapai Rp 464 juta. Dengan nilai kerugian sebesar itu, jalan yang dibangun tidak akan mampu bertahan lama dan hanya akan menambah beban keuangan daerah untuk melakukan perbaikan di kemudian hari.

Hal yang sama terjadi pada proyek peningkatan Jalan SP Kartaharja – Marga Kencana dengan kekurangan volume pekerjaan mencapai Rp 11 juta dan ketidaksesuaian spesifikasi hingga lebih dari Rp 1,2 miliar. Keterlambatan pekerjaan ini pun belum dikenakan denda yang seharusnya mencapai Rp 36 juta. Pihak Dinas PUPR tampaknya belum mengambil langkah apapun untuk menagih denda tersebut, menambah kecurigaan bahwa terdapat kongkalikong antara kontraktor dan pihak pemerintah daerah dalam kasus ini.

Kami menduga, kelambanan ini bukan sekadar masalah teknis atau administrasi, melainkan adanya indikasi kuat bahwa pihak-pihak terkait mungkin sengaja menutup mata terhadap temuan ini. Apalagi, rekomendasi untuk menindak tegas temuan penyimpangan sudah disampaikan, namun hingga saat ini tidak ada langkah konkret yang diambil. Ketidaktindakan ini berpotensi melanggar hukum, mengingat UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK dengan jelas menyatakan bahwa hasil pemeriksaan yang telah diungkapkan harus ditindaklanjuti dalam kurun waktu 90 hari.

Dengan nilai potensi kerugian negara mencapai lebih dari Rp 3 miliar, kasus ini berpotensi menjadi salah satu skandal besar dalam pengelolaan proyek infrastruktur di Tubaba. Jika dugaan praktik korupsi ini benar adanya, maka para pelaksana proyek, pejabat Dinas PUPR, hingga pihak-pihak terkait lainnya bisa dikenakan pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal ini, aparat penegak hukum harus segera turun tangan untuk menyelidiki dan mengusut tuntas siapa saja yang terlibat.

Keengganan atau ketidakmampuan pejabat terkait untuk segera menindaklanjuti masalah ini hanya akan memperburuk citra pemerintah daerah, serta menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat. Ini adalah waktu yang tepat bagi aparat penegak hukum untuk bergerak cepat, tidak hanya demi mengungkap kebenaran, tapi juga untuk memberikan efek jera kepada siapa saja yang berani bermain-main dengan anggaran publik.

(*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *