(TK),Lampung Selatan — Proyek pekerjaan rabat beton pada ruas jalan Kertosari – SP 4, Kantor Camat Tanjung Sari, yang dikerjakan oleh CV. Mulia Abadi senilai hampir Rp. 3 miliar, diduga tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan. Meski baru selesai dikerjakan kurang dari sebulan, rabat beton tersebut sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan serius berupa keretakan yang mencapai dasar beton.
Keretakan yang muncul di beberapa bagian rabat beton tersebut, menurut informasi yang diperoleh, disebabkan oleh faktor-faktor teknis, seperti kurangnya pemadatan dan ketebalan besi yang tidak sesuai dengan ketentuan. Beberapa bagian beton juga diduga memiliki ketebalan yang tidak seragam, dengan ukuran yang bervariasi mulai dari 16 cm hingga 20 cm, yang seharusnya lebih konsisten dan sesuai dengan spesifikasi teknis yang ada.
Selain masalah ketebalan yang tidak sesuai, dugaan lain yang muncul adalah adanya pengurangan volume beton dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut. Pengurangan volume ini, jika terbukti, akan berpotensi merugikan negara dan masyarakat yang mengandalkan kualitas infrastruktur jalan tersebut.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa proyek sebesar ini, yang menggunakan anggaran negara dalam jumlah besar, tidak diawasi dengan ketat oleh pihak berwenang? Pekerjaan yang dilakukan oleh CV. Mulia Abadi, yang seharusnya memenuhi standar kualitas tinggi, terlihat dikerjakan secara asal-asalan, sehingga menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat dan pihak yang berkepentingan.
Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Lampung Selatan selaku instansi yang bertanggung jawab atas pengawasan dan pengendalian kualitas proyek tersebut, melalui PPTK yang terlibat dalam proyek ini, juga terkesan menutup mata terhadap masalah ini. Hingga berita ini diterbitkan, upaya konfirmasi kepada PPTK melalui nomor kontak yang terdaftar tidak mendapat respons.
Pihak pelaksana proyek, CV. Mulia Abadi, juga tidak memberikan tanggapan ketika dihubungi melalui pesan WhatsApp pada Senin, 11 November 2024. Nomor kontak yang digunakan oleh pihak perusahaan tidak dapat dihubungi, menambah kecurigaan terhadap komitmen mereka dalam menjalankan proyek dengan kualitas yang memadai.
Dengan temuan-temuan ini, pertanyaan besar pun muncul: Apakah Dinas PUPR Lampung Selatan telah menjalankan tugas pengawasan secara maksimal, atau justru ada kelalaian yang membiarkan pekerjaan ini dikerjakan dengan sembarangan? Tentu saja, hal ini perlu ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang untuk memastikan bahwa proyek yang menggunakan uang rakyat ini dapat memberikan manfaat optimal dan tidak merugikan masyarakat.
Pihak terkait, baik dari dinas PUPR maupun rekanan, perlu memberikan klarifikasi atas temuan ini untuk mempertanggungjawabkan kualitas pekerjaan dan komitmennya terhadap proyek infrastruktur yang vital bagi kepentingan publik.
(TIM)